perjalanan lalat hijau

LALAT HIJAU, sebuah catatan perjalanan untuk beberapa waktunya ke depan


Heavier than Heaven

Yah, mungkin penggemar dan pembenci Kurt Cobain, sepanjang yang bisa dilihat di Youtube, forum-forum diskusi, atau berbagai blog di internet adalah sama besarnya. Tapi barangkali agak beda di Indonesia. Aku jarang melihat posting atau komentar berbahasa Indonesia yang menganggap Cobain sebagai sekadar pecandu narkoba yang menciptakan lagu-lagu pop bodoh, bahwa lirik yang ia tulis juga bodoh, atau bahkan belum ketemu tulisan (bukan omongan) yang anti Cobain dan Nirvana karena mereka itu hanya produk ciptaan MTV dan bagian dari scene musik Amerika yang suka berlebihan. Jarang atau mungkin belum pernah juga aku melihat tulisan yang menuduh Courtney Love membunuh Cobain. Aku akan gembira jika itu adalah bukti orang Indonesia lebih dewasa dari pers atau penggemar musik di Amerika yang seolah menganggap kehidupan Cobain itu seperti acara televisi. Tapi, sepertinya tidak juga. Sepertinya hanya karena orang-orang Indonesia yang mengalami zaman Nirvana berjaya hanya merasa sebagai tangan ketiga atau bahkan kelima dari hingar bingar gosip MTV (maklum waktu itu belum ada internet). Walaupun saat ini demam grunge mulai marak, tapi pelakunya aku lihat adalah anak generasi 2000, yang malah adalah tangan ke tujuh atau ke sembilan.


Buku ini mula-mula aku baca karena tulisan dan terjemahannya yang enak. Tapi yang terutama kucari kalau sedang membaca biografi musisi-musisi adalah tentang pendapat atau pengalaman mereka dengan musisi lain seangkatannya, yang kusukai. Aku tidak terlalu ngefans Nirvana, tapi kalau Kurt Cobain, siapa yang tidak tertarik? Aku ingin tahu kalau mungkin ada pengalaman atau opini Cobain tentang beberapa nama yang sering dihubung-hubungkan dengannya. Mungkin itu Smashing Pumpkins, Radiohead, Jim Morrison (mengingat semua musisi besar eksentrik yang pecandu sepertinya selalu dihubungkan dengan dia), atau syukur kalau ada tentang banyak band lain seperti Garbage (Butch Vig), Guns N Roses (MTV Award), tentang band yang katanya segenre seperti Soundgarden atau Pearl Jam atau Blind Melon atau yang seangkatan seperti Gin Blossom atau yang dari Eropa juga. Tentu saja ada beberapa baris menyebut tentang Billy Corgan, Eddie Vedder, Axl Rose, tapi yang lain lebih jarang atau bahkan tidak ada. Tapi, aku harus ingat ini adalah biografinya Cobain, bukan ensiklopedi musik 90an. Akhirnya, walau sempat tertahan karena beberapa pekerjaan, aku cukup senang dengan buku ini.

Kisahnya memang dramatis. Drugs, broken home, bunuh diri, smells like teen spirit, Yesus Kristus, miskin jadi jutawan, cinta versi USA dari Sid & Nancy, MTV, ucapan kontroversial, pokoknya memang Amerika sekali. Beberapa nada membuatnya cocok dikomentari, "ini bedanya buku dengan situs atau forum.." Nada-nada itu misalnya tentang sanggahan atas tuduhan Courtney Love yang memberi pengaruh buruk dan menghancurkan Cobain, bahwa Cobain ini sebenarnya pemuda yang masih kekanak-kanakan, pembual yang punk wannabe, bahwa anak punk itu sendiri kadang juga terlalu maksa, bahwa stres Cobain itu karena perceraian orang tuanya. Yang aku suka adalah buku ini aku rasa berhasil menjadi buku biografinya Cobain, bukan Nirvana. Aku juga suka karena ceritanya tidak terlalu suka berlama-lama di satu tempat, meski tentunya aku kadang berharap bagian yang ini atau itu bisa lebih panjang atau lebih pendek. Buku ini memang seperti film Hollywood yang booming dan masuk nominasi Oscar. Kadang agak sulit percaya kalau sedramatis itu kisah hidup seorang artis, tapi aku juga lumayan percaya kalau itu bisa terjadi. Tidak apa bilang klise, harus ada orang yang memulai sebuah klise, salah satunya mungkin Kurt Cobain.

Setelah membaca, aku pun mulai merasa beda kalau mendengar intro Smells like teen spirit atau rekaman unplugged mereka. Tentang info bahwa ternyata Teen Spirit adalah merek parfum, bahwa Cobain suka memberi judul yang tidak nyambung sama sekali dengan lirik lagunya, aku juga baru memerhatikan di sini. Bualan kakak yang waktu kecil menakut-nakuti bahwa judul teen spirit bernuansa horor sekarang kusimpan sebagai kenangan masa kecilku tentang dia. Lalu, tentu saja terima kasih untuk Youtube, ada video tentang penampilan Nirvana di Tops of the Pops dengan Cobain bersuara bak Morrisey dan personel lain malah memutar-mutar instrumennya karena diminta lip sync, ada video tentang petugas keamanan yang melempar dan menendangi Cobain yang salah menghantam kepalanya dengan gitar, atau juga penampilan mereka yang pertama di tv, dan lainnya yang kemudian malah membuatku lanjut melihat video ulah-ulah Axl Rose. Ah, seperti baru saja rasanya.

Dan meski menurutku layak dimiliki, aku tidak jadi membeli buku ini, hanya sewa. Alasannya karena sepertinya hak penerbitannya sudah berpindah dari Alinea ke Jalasutra. Padahal buku yang kulihat (dan akhirnya kusewa) di Homerian itu adalah yang dari Alinea. Hanya menemukan satu buku di Togamas Galeria Mall, aku tidak mau berjudi lagi dengan membeli hasil terjemahan Jalasutra. Tidak tahu kenapa. Takut kecewa saja.

Label: , , , ,

0 Responses to “Heavier than Heaven”

Posting Komentar


Web This Blog


XML

Powered by Blogger

make money online blogger templates




Free chat widget @ ShoutMix

Join the Blue Ribbon Online Free Speech Campaign
Join the Blue Ribbon Online Free Speech Campaign!



© 2006 perjalanan lalat hijau | Blogger Templates by GeckoandFly.
blog ini berisi catatan, kenangan, keluhan, caci maki, khayalan, pengakuan, tiruan, dan hasil kopi paste
blog ini tidak ada hubungannya dengan lalatx atau padepokan silat tertentu, pengelola sebenarnya tidak suka warna ijo!