Lebih amerika dari orang amerika, lebih kapitalis dari yang mengaku dengan bangga sebagai
seorang kapitalis.
Baiklah kawan, kukenalkan engkau pada negeriku. Saat ini sedang dipimpin seorang pria kecil berkumis sedikit, mirip Hitler, mungkin juga saudara karena perilakunya sama-sama seperti setan, wakilnya seorang pria besar bak raksasa, kata orang ia ganteng bak raja sesungguhnya. Namun, orang-orang mungkin juga lupa kalau raja raksasa (butho) dalam wayang adalah simbol kejahatan. Tapi sesungguhnya, pria ini sopan dan selalu mengutamakan aturan, walau penyelesaian yang dihasilkan sama sekali barbarian. Belakangan ia juga sedang keranjingan teknologi tapi saran untuk membeli produk cina yang harganya lebih murah tentunya ia tolak mentah-mentah. Dipilihnya jasa dan barang-barang mahal walau beberapa kilo dari kediamannya bayi-bayi banyak yang mati kelaparan. Ah sudahlah aku pusing membicarakan mereka yang kalau dilihat posturnya agak mirip Lennie dan George di 'Of Mice and Men' nya Steinbeck.
Jauh di ujung timur negeri kami terletak sebuah pulau, walau bergunung-gunung, rakyatnya gembira dan selalu bernyanyi dengan senyum menghiasi wajah mereka, ya mereka gembira karena di balik tanah bukit dan pegunungan itu tersimpan emas permata. Namun serombongan perompak berbadan besar dan terang tiba-tiba datang, dengan diiringi raja-raja pulau seberang, raja-raja yang menjanjikan masa depan yang cerah jika bangsa pulau itu megikat persaudaraan dengan mereka, namun yang terjadi, dari dulu raja dan penduduk pulau seberang itu selalu menghina bangsa pulau tersebut sebagai terbelakang. Para perompak tiba-tiba membangun berbagai macam rumah-rumah dan bangunan besar memenuhi banyak lahan bangsa ini. Para raja pulau seberang menenangkan rakyat pulau itu, "mereka akan membantumu, kau tidak akan terbelakang lagi". Untuk sementara mereka percaya. Namun yang terjadi sebaliknya, gunung dan bukit-bukit itu dirusak dan dijarah, emas mereka semakin berkurang dan masyarakat sekitar hanya termangu melihatnya. Bahkan begitu rakus para perompak itu, kini merekapun tak dapat mengambil hasil tanah nenek moyang mereka sendiri, beberapa desa bahkan juga sempat terlanda kelaparan. Namun utusan raja pulau seberang mengatakan "tidak ada kelaparan!" sambil memalingkan wajahnya yang panjang seperti kuda. Tepat ketika ia memalingkan muka, seorang dari kawanan perompak yang kini telah menjadi gerombolan perampok itu telah berdiri dengan tatapan angkuh. Senyum tiba-tiba menghiasi si wajah kuda, sambil menunduk didengarkan laporan beberapa perompak yang bilang bahwa ada bangsa barbar mengganggu mereka. Raut muka si wajah kuda memerah dan bekerja sama dengan teman-teman serta teman-teman perompak itu, beberapa rakyat pulau itu ditangkap dan hanya tuhanlah yang tahu kelanjutan nasib mereka.
Bangsa pulau yang malang itu kini marah, apalagi beberapa mereka juga terbunuh beberapa hari sebelumnya, hanya karena mereka menanyakan kemana larinya hak mereka. Maka pemuda-pemuda pulau itu berkumpul dan meminta sebuah pembicaraan secara adil dengan para perompak dan raja-raja yang bertanggung jawab membawa mereka kesini. Dan untuk sementara, agar situasi dialog bisa kondusif. Bangunan-bangunan penjarah emas itu diharapkan berhenti dulu menjarah emas mereka sampai dialog itu menghasilkan keputusan. Para perompak menolak, seperti biasa mereka mengadu pada para raja untuk melindungi mereka dengan prajurit-prajuritnya. Raja seberang setuju, para prajurit didatangkan, "dasar orang bodoh, dikasi fasilitas modern kagak mau, kita juga nih yang susah harus nurutin atasan" gerutu mereka sambil melihat dari jauh kumpulan pemuda-pemuda pulau itu yang berbaris dan meneriakkan tuntutan atas hak mereka, walau mereka tahu teriakan mereka tidak akan terdengar atau didengar siapapun. Para prajurit turun, dengan senjata di tangan apa yang mereka takutkan? Namun keadaan berkata lain. Keributan segera terjadi, akibat sikap komandan-komandan prajurit yang kasar dan arogan, hasil didikan para raja seberang, lemparan batu dan panah harus melawan letusan senjata api. Beberapa prajurit terluka, dikabarkan ada yang tewas walau tentu juga banyak dari pihak pemuda pulau itu yang berdarah-darah, bahkan mungkin tewas, mengingat senjata apilah yang mereka lawan (dan telah tak terhitung pula berapa nyawa tak bersalah yang telah melayang akibat senjata para prajurit tersebut selama ini).
Dan kematian beberapa prajurit itu disebut dengan istilah gugur oleh sang raja raksasa, suatu istilah yang biasanya dipakai untuk menunjukkan patriotisme karena membela tanah air (antara lain dari kolonial asing). Sekali lagi, hanya tuhan pula yang tahu, jikapun ia sempat melihat ke bawah dari singgasana surganya, bagaimana para prajurit yang marah kini melakukan pembersihan dan pemusnahan siapapun yang nampak seperti pihak yang membunuh rekan mereka. Namun para pemuda dan rakyat pulau yang telah sekian lama dirundung malang itu tentunya tetap tegar, setegar tubuh-tubuh mereka yang kuat berjalan naik turun gunung tanpa alas kaki.
Demikianlah kawan, sekelumit kisah tentang negeriku, tentu masih banyak lagi, apalagi aku belum sempat bercerita mengenai para raja setan yang menjadi tuan dari si hitler kecil dan raja butho itu, belum juga kisah mengenai para pandita yang mengaku diri sebagai tuhan, yang bermimpi menjadi raja kecil yang tiap hari kerjanya hanya bercinta dengan para wanita yang tentu tak boleh menolak keinginannya. Mungkin lain kali saja jika ada waktu terluang..
Jauh di ujung timur negeri kami terletak sebuah pulau, walau bergunung-gunung, rakyatnya gembira dan selalu bernyanyi dengan senyum menghiasi wajah mereka, ya mereka gembira karena di balik tanah bukit dan pegunungan itu tersimpan emas permata. Namun serombongan perompak berbadan besar dan terang tiba-tiba datang, dengan diiringi raja-raja pulau seberang, raja-raja yang menjanjikan masa depan yang cerah jika bangsa pulau itu megikat persaudaraan dengan mereka, namun yang terjadi, dari dulu raja dan penduduk pulau seberang itu selalu menghina bangsa pulau tersebut sebagai terbelakang. Para perompak tiba-tiba membangun berbagai macam rumah-rumah dan bangunan besar memenuhi banyak lahan bangsa ini. Para raja pulau seberang menenangkan rakyat pulau itu, "mereka akan membantumu, kau tidak akan terbelakang lagi". Untuk sementara mereka percaya. Namun yang terjadi sebaliknya, gunung dan bukit-bukit itu dirusak dan dijarah, emas mereka semakin berkurang dan masyarakat sekitar hanya termangu melihatnya. Bahkan begitu rakus para perompak itu, kini merekapun tak dapat mengambil hasil tanah nenek moyang mereka sendiri, beberapa desa bahkan juga sempat terlanda kelaparan. Namun utusan raja pulau seberang mengatakan "tidak ada kelaparan!" sambil memalingkan wajahnya yang panjang seperti kuda. Tepat ketika ia memalingkan muka, seorang dari kawanan perompak yang kini telah menjadi gerombolan perampok itu telah berdiri dengan tatapan angkuh. Senyum tiba-tiba menghiasi si wajah kuda, sambil menunduk didengarkan laporan beberapa perompak yang bilang bahwa ada bangsa barbar mengganggu mereka. Raut muka si wajah kuda memerah dan bekerja sama dengan teman-teman serta teman-teman perompak itu, beberapa rakyat pulau itu ditangkap dan hanya tuhanlah yang tahu kelanjutan nasib mereka.
Bangsa pulau yang malang itu kini marah, apalagi beberapa mereka juga terbunuh beberapa hari sebelumnya, hanya karena mereka menanyakan kemana larinya hak mereka. Maka pemuda-pemuda pulau itu berkumpul dan meminta sebuah pembicaraan secara adil dengan para perompak dan raja-raja yang bertanggung jawab membawa mereka kesini. Dan untuk sementara, agar situasi dialog bisa kondusif. Bangunan-bangunan penjarah emas itu diharapkan berhenti dulu menjarah emas mereka sampai dialog itu menghasilkan keputusan. Para perompak menolak, seperti biasa mereka mengadu pada para raja untuk melindungi mereka dengan prajurit-prajuritnya. Raja seberang setuju, para prajurit didatangkan, "dasar orang bodoh, dikasi fasilitas modern kagak mau, kita juga nih yang susah harus nurutin atasan" gerutu mereka sambil melihat dari jauh kumpulan pemuda-pemuda pulau itu yang berbaris dan meneriakkan tuntutan atas hak mereka, walau mereka tahu teriakan mereka tidak akan terdengar atau didengar siapapun. Para prajurit turun, dengan senjata di tangan apa yang mereka takutkan? Namun keadaan berkata lain. Keributan segera terjadi, akibat sikap komandan-komandan prajurit yang kasar dan arogan, hasil didikan para raja seberang, lemparan batu dan panah harus melawan letusan senjata api. Beberapa prajurit terluka, dikabarkan ada yang tewas walau tentu juga banyak dari pihak pemuda pulau itu yang berdarah-darah, bahkan mungkin tewas, mengingat senjata apilah yang mereka lawan (dan telah tak terhitung pula berapa nyawa tak bersalah yang telah melayang akibat senjata para prajurit tersebut selama ini).
Dan kematian beberapa prajurit itu disebut dengan istilah gugur oleh sang raja raksasa, suatu istilah yang biasanya dipakai untuk menunjukkan patriotisme karena membela tanah air (antara lain dari kolonial asing). Sekali lagi, hanya tuhan pula yang tahu, jikapun ia sempat melihat ke bawah dari singgasana surganya, bagaimana para prajurit yang marah kini melakukan pembersihan dan pemusnahan siapapun yang nampak seperti pihak yang membunuh rekan mereka. Namun para pemuda dan rakyat pulau yang telah sekian lama dirundung malang itu tentunya tetap tegar, setegar tubuh-tubuh mereka yang kuat berjalan naik turun gunung tanpa alas kaki.
Demikianlah kawan, sekelumit kisah tentang negeriku, tentu masih banyak lagi, apalagi aku belum sempat bercerita mengenai para raja setan yang menjadi tuan dari si hitler kecil dan raja butho itu, belum juga kisah mengenai para pandita yang mengaku diri sebagai tuhan, yang bermimpi menjadi raja kecil yang tiap hari kerjanya hanya bercinta dengan para wanita yang tentu tak boleh menolak keinginannya. Mungkin lain kali saja jika ada waktu terluang..
0 Responses to “sekelumit kisah negeriku”