perjalanan lalat hijau

LALAT HIJAU, sebuah catatan perjalanan untuk beberapa waktunya ke depan


sabtu pagi ini


hold
Originally uploaded by lalat hijau.

Rasanya 'sayang' kalau kejadian pagi ini tidak diabadikan disini. Sampai siang ini berita-berita di Metro TV, TransTV, SCTV dan Indosiar (hanya 4 stasiun itulah yang bisa ditangkap siarannya hingga siang ini) mengabarkan bahwa jumlah korban tewas yang kebanyakan berasal dari Bantul dan Klaten sudah hampir dua ratus orang. Sama sekali tak kusangka karena beberapa saat setelah guncangan tadi aku masih berpikir ini hanyalah efek gunung Merapi, aku juga tidak setuju dengan kakakku yang menebak bahwa gempa kali ini adalah gempa tektonik.

Ketika pertama kali merasakan guncangan, semula kusangka hanya lindu, lalu sedetik kemudian karena kondisi masih ngantuk dan malas bangun sempat aku anggap ini hanya guncangan akibat ada truk berat lewat di depan rumah, tapi sedetik kemudian lagi, baru kusadar bahwa guncangan karena truk lewat bukan ke kanan kiri seperti ini. Ini mungkin lindu, aku masih memilih menunggu sambil duduk di kasur yang tanpa ranjang itu karena berdasar 2 kali mengalami lindu, guncangan biasanya hanya 2-3 detik. Ternyata aku salah lagi, guncangan terus terjadi, cukup kuat dan tidak seperti lindu. Pesawat tv, komputer, dan jendela yang ada di depanku terus berderit, pigura-pigura foto di dinding pun menjadi miring, untung saja tidak jatuh karena akan menimpa monitor. Naluri seperti yang dimiliki hewan-hewan penduduk Merapi yang merupakan pihak paling pertama yang turun ketika gunung itu mulai aktif tiba-tiba muncul. Aku segera keluar tanpa ada pikiran atau pertimbangan bahwa ini kulakukan karena takut tertimpa reruntuhan rumah. Tindakan itu adalah naluri, karena pikiranku saat itu sendiri masih berdebat mengenai apakah ini cuma lindu atau gempa bumi.

Entah kenapa aku, mama, dan kakakku tanpa janjian malah keluar dan berdiri di halaman belakang, padahal halaman belakang yang tak begitu luas itu justru dikelilingi oleh tembok-tembok tinggi, bilah-bilah bambu, balok-balok kayu yang diletakkan di atas bangunan milik tetangga, antenna beserta kabel-kabel listrik, serta atap-atap seng plus naungan dahan-dahan pohon mangga. Dari tempat itu kulihat air di baskom-baskom cucian terus bergejolak. Aku hanya berkata “gempa.. gempa..” tanpa ekspresi atau intonasi berarti sambil memandang mereka berdua. Dengan patokan goncangan air di ember cucian, kami berdiri menunggu di halaman itu. Jelas tidak ada di antara kami yang berpengalaman dengan kejadian seperti ini (kalau banjir mungkin ada). Kami hanya menunggu, ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, bagi yang banyak nonton film action mungkin berpikir akan ada sesuatu yang lebih besar terjadi, tapi jelas kami semua berharap tidak terjadi apa-apa. Aku sendiri sejujurnya tidak berpikir apa-apa waktu itu selain hanya merekam segala yang kulihat dan kurasakan. Gelombang di baskom berhenti, akupun masuk, mama bilang jangan dulu, tapi aku ingin lihat suasana di depan rumah. Seperti kuduga, ada tetangga yang terdengar sedang membahas hal ini, anak tetangga depan rumah masih mengucek-ucek mata sambil berdiri di depan rumahnya, ada beberapa yang lain yang hanya berjalan-jalan, secara umum tidak terlalu banyak yang berada di jalanan depan, mungkin mereka sudah kembali masuk.

Karena tidak ada yang menarik di luar, aku memutuskan menyetel tv untuk mencari tahu yang sedang terjadi barusan. Metro TV adalah stasiun pertama yang menyiarkan berita ini sekitar 10 menit setelah aku masuk atau mungkin sekitar 20 menit setelah guncangan. Ini memang cukup menarik karena tidak seperti biasanya, gambar siaran Metro TV di rumah relatif lebih jelas dibanding hari biasa yang seringkali tidak dapat ditangkap sama sekali. Berita pertama masih berupa laporan lewat telepon, tidak banyak yang diinformasikan selain pemberitahuan telah terjadi gempa di Jogja selama kurang lebih 10 detik (menjelang siang direvisi menjadi hampir 1 menit). Berangsur-angsur informasi didapatkan, namun sampai ketika aku cek sekitar jam 8an, belum juga ada informasi tentang dimana pusat gempa, berapa besar kekuatannya, atau bahkan apakah ini tektonik atau vulkanik.

Itu yang terjadi di tv. Sementara di rumahku, sekitar 15 menit setelah guncangan telepon pun berdering. Sambil bercanda, aku menyuruh kakakku menebak telepon dari siapakah ini. Jawabannya, yang sama dengan dugaanku, memang tepat. Penelponnya adalah salah satu kakakku yang memang selalu paling bersemangat untuk menghubungi, mencari tahu atau menginformasikan kepada keluarga dan kenalannya jika ada kejadian luar biasa seperti ini terjadi. Seperti yang ia lakukan ketika dengan semangat menelpon keluarga paman yang ada di Nusa Dua ketika bom Bali 2 meledak, ia pun bertanya bagaimana keadaan disini (setelah sebelumnya memastikan bahwa aku tahu kalau telah terjadi gempa). Hanya sebentar ia menelpon, baru sekitar jam 12 siang ia menelpon lagi sambil memberitahukan bahwa kata orang ada kemungkinan akan terjadi gempa susulan, tak lupa ia memperingatkanku untuk segera keluar jika memang terjadi gempa susulan lagi. Kuiyakan saja karena sepertinya ia memang baru akan puas setelah kita mengakui bahwa ia adalah seorang narasumber handal.

Lain telepon lain lagi SMS. Adalah Wikjatmiko, seorang kawan waktu kuliah yang kini tinggal di Semarang yang pertama kali mengirim SMS kepadaku menanyakan bagaimana situasi di Solo. Itu dilakukan sekitar jam 08.30, ini cukup wajar karena aku kenal dia memang selalu bangun lumayan pagi. SMS yang menantang untuk dibalas itu tak bisa menahanku lebih lama lagi untuk segera keluar membeli pulsa. Keputusan membeli pulsa itu memang tepat karena praktis arus SMS hari ini jadi hampir seperti ketika Natal, tahun baru, Imlek, lebaran, Paskah atau ulang tahun. Setelah Jatmiko barulah Muhaimin yang baru bangun menelpon menanyakan topik yang sama dan diikuti beberapa teman lain.

Siang hari sempat juga aku menghubungi salah seorang kawan penduduk Jogja yang ternyata kondisi di wilayahnya hampir sama seperti di rumahku, baik-baik saja, tidak ada kerusakan atau tembok retak. Hal ini sendiri kulakukan setelah melihat di tv bahwa kejadian yang hanya berlangsung sedemikian cepat itu telah menelan korban jiwa yang lumayan banyak, gambar yang disiarkan pun mengingatkan akan gambar siaran di Aceh ketika tsunami, sangat berbeda dengan berita dan gambar-gambar yang disiarkan pagi tadi yang sebenarnya cukup mirip dengan apa yang terjadi di sekitarku. Namun bagaimanapun aku jadi kurang enak hati karena sebelumnya aku telah mengirim SMS kepadanya dengan pertanyaan guyon tentang kejadian ini. Untunglah kawan dari Jogja itu juga bukan orang yang perasaannya mudah didikte oleh televisi.

Aku tak menyangka jika korban tewas bisa sedemikian banyak. Mungkin penduduk Jogja memang sudah terlalu padat, atau mungkin karena penataan bangunan-bangunannya yang begitu berdesakan atau bahan bangunannya kurang kuat sehingga mudah rubuh, dan korban pun banyak berjatuhan. Tapi sepertinya bukan cuma itu, yang jelas tadi aku memang lupa memperhitungkan para lansia, balita dan anak-anak, juga orang-orang yang fisiknya tidak memungkinkan untuk menyelamatkan diri sendiri atau para pasien rumah sakit. Memang bisa jadi dari kelompok itulah yang korbannya banyak. Sedangkan awalnya, gambaran Jogja sebagai kota yang penuh dengan mahasiswa serta anak muda yang badannya masih segar dan kuat itu sajalah yang kuperhitungkan. Suasana di Jogja, Bantul dan Klaten dilaporkan cukup ramai dengan kepanikan. Banyak yang dilaporkan mengungsi karena rumah-rumahnya hancur. Dari Muhaimin yang ada di Jakarta aku tahu bahwa mal baru Solo Square yang terletak di wilayah Pabelan dekat Kartasura bagian depannya juga ambruk. Ada juga orang-orang yang mulai mempersiapkan bensin untuk kendaraannya, membuatku agak kepikiran juga karena bensin motorku sudah hampir habis. Ada pula isu tsunami, walau bayanganku hal itu mungkin dilontarkan salah seorang warga sebagai wacana, “eh iso ono tsunami lo ki” atau “awas, ati-ati, ojo ojo tsunami!” namun kepanikan telah membuat dugaan itu diterima sebagai fakta.

Saat ini sudah sekitar jam 15.00. Seharian ini, nyamuk-nyamuk terasa lebih banyak dari biasanya. Mungkin guncangan pagi ini telah membuat mereka semua keluar dari sarangnya, seperti para manusia. Semoga baik-baik saja untuk Jogja. Suasana di rumahku masih seperti biasanya, tapi sekali ini aku merasa sungguh senang jika kondisi biasa-biasa.

0 Responses to “sabtu pagi ini”

Posting Komentar


Web This Blog


XML

Powered by Blogger

make money online blogger templates




Free chat widget @ ShoutMix

Join the Blue Ribbon Online Free Speech Campaign
Join the Blue Ribbon Online Free Speech Campaign!



© 2006 perjalanan lalat hijau | Blogger Templates by GeckoandFly.
blog ini berisi catatan, kenangan, keluhan, caci maki, khayalan, pengakuan, tiruan, dan hasil kopi paste
blog ini tidak ada hubungannya dengan lalatx atau padepokan silat tertentu, pengelola sebenarnya tidak suka warna ijo!