perjalanan lalat hijau

LALAT HIJAU, sebuah catatan perjalanan untuk beberapa waktunya ke depan


3 Hari Untuk Selamanya - Sebuah Komentar

3 hari untuk selamanya 2007.preview

Dulu, atau bisa juga sampai sekarang, saya mempunyai satu impian yang sebenarnya sederhana saja. Menyetir mobil dengan pacar untuk menempuh perjalanan ke luar kota yang jauh dengan selama perjalanan diiringi musik-musik yang saya sukai. Sampai sekarang, hal itu belum pernah sepenuhnya terlaksana. Terutama karena saya belum bisa setir dan belum memiliki mobil. Situasi yang paling mendekati adalah masa-masa dulu ketika saya masih memiliki sebuah pemutar MP3 yang selalu saya bawa dan dengan earphone di telinga, musik-musik favorit saya pun diputar selama perjalanan ke satu tempat, baik dengan mengendarai motor atau mobil (duduk di bangku penumpang tentu saja).

Nah, apakah 3 Hari untuk Selamanya (3HuS) ini memang ingin menjadi Y Tu Mama Tambien (YTMT) versi Indonesia atau tidak, menonton film ini paling tidak telah memenuhi dua atau tiga aspek yang ada dalam impian saya di atas. Dalam film tentang dua saudara (sepupu?) yang dengan sedan Peugeot menempuh perjalanan selama tiga hari dari Jakarta ke Yogyakarta ini, adegan-adegan yang paling membuat saya terbawa tentu adalah gambar jalanan yang diiringi musik-musik yang lumayan bagus-bagus. Dengan setting daerah-daerah di jalan tol, rumah-rumah dan toko di Bandung, Jawa Barat, Tegal, dan daerah-daerah lain di Jateng lainnya, bagi saya justru membuat gambar-gambar di film ini lebih bagus dari gambar di YTMT. Dan dalam kondisi nyata, di bioskop tersebut juga duduk di samping saya seseorang yang istimewa bagi saya (mungkin itu cukup menjelaskan kenapa saya kok tumben nonton bioskop, film Indonesia lagi).

Sebelum duduk, tidak banyak yang saya harapkan dari menonton sebuah film Indonesia. Bahkan mungkin baru pertama kali ini saya rela mengeluarkan uang untuk menonton film Indonesia. Waktu “Gie” diputar di televisi pun saya malas menontonnya sampai habis. Memang 3HuS ini, seperti yang sudah saya katakan tadi, lebih seperti YTMT versi Indonesia. Road movie, demikian kata orang-orang mengenai jenisnya. Film ini pun dibandingkan dengan satu film lagi yaitu Motorcycle Diaries (MD). Hanya saja, agak sulit bagi saya untuk membandingkan 3HuS dengan MD, selain karena agak lupa, mungkin juga agak susah membandingkan antara kisah nyata dan yang bukan. Jika YTMT, di luar gaya American Pie nya, terbilang tetap berhasil memasukkan unsur ‘realsos’ nya, ada beberapa adegan yang mengesankan 3HuS juga berniat memasukkan unsur-unsur seperti itu (seperti soal isu kaya miskin ditambah dengan beberapa dialog ala 'mahasiswa yang suka baca', dsb). Hanya saja, sepertinya itu tidak jadi. Soal kaya miskin masih tak lebih baik dari yang ditampilkan di FTV (tapi artinya masih di atas sinetron lah). Diskusi bergaya 'filosofis' atau yang cerdas juga biasa saja. Kadang malah agak maksa atau juga sempat muncul ungkapan klise seperti “orang yang gagal adalah yang tidak pernah mencoba”, dsb. Namun, usaha untuk memotret kehidupan pemuda (perkotaan) malah lebih berhasil. Misalnya, soal kebiasaan bikin Indomie malam-malam setelah giting dan mabuk, juga tentang para pemuda masa kini yang selain menyukai gemerlap lampu diskotik juga tergila-gila dengan daerah yang pemandangan alamnya masih asri (selain juga agak berbau supranatural) seperti Sendangsono, kuburan Cina hingga Tibet. Begitulah, jadi kalau kembali soal kutipan atau quote yang paling bagus dari film itu menurut saya adalah: “Heh, bangun lo.. laper ngga? Kita berdua mau bikin Indomie nih..” Entah kenapa kalimat yang diucapkan dua pemuda kurus bertelanjang dada kepada tokoh Yusuf yang masih teler itu sangat familier bagi saya.

Soal casting, saya sih merasa Adinia Wirasti tampilannya kurang muda untuk usia 19 tahun. Nicolas Saputra? Dari dulu memang saya agak terganggu dengan nada bicaranya yang selalu datar itu. Casting lain, Tarsan yang memerankan haji Suhartois yang mesum, sebenarnya cocok sekali (kecuali logat Tegalnya yang sangat maksa dan sering kelupaan), hanya mungkin karakternya memang yang lebih menghibur ketimbang aktingnya. Yang jelas, di awal saya sempat khawatir saat ada Agus Ringgo yang memerankan pengedar cimeng, dengan gaya yang masih Ringgo. Saya khawatir jika film itu ternyata film remaja biasa, alasannya karena ada si Ringgo tadi. Bukannya saya tidak suka dia, tapi entah apakah memang itu strategi untuk menarik penonton sehingga film-film Indonesia sepertinya tidak bisa lepas dari cameo artis-artis yang lagi digemari seperti Ringgo, Desta, Arie Dagienk, dll.

Terus, apa lagi ya yang mencolok dari film ini? Hmm.. mungkin cimengnya. Mungkin ini juga salah satu penyebab kenapa film 3HuS ini hanya diputar di 4 kota (besar) di Indonesia. Seks mungkin sudah dibabat habis oleh LSF, tapi tidak mungkin untuk drugsnya. Jadi, ini mungkin juga adalah film dengan adegan nyimeng terbanyak yang pernah saya tonton. Hanya saja, lama-lama itu malah seperti keseringan. Masa sih tidak ada efeknya sama sekali menyetir sambil nyimeng sebanyak itu (kecuali halusinasi liat gajah harimau)? Karena sering banget, dua orang itu kadang malah jadi kayak rokokan ting we saja. Tapi ya, kurang tau juga sih. Mungkin saja memang bisa.

Dari tadi lebih banyak mencela bukan berarti saya kecewa menonton film itu. Saya memang tidak banyak tahu soal film. Tapi yang jelas, saya sama sekali tidak kecewa juga. Saya tidak merasa rugi karena film ini paling tidak di atas bayangan saya yang selama ini masih underestimate dengan film Indonesia. Saya justru sekarang malah agak tertarik dengan film Indonesia. Terlebih setelah beberapa hari lalu melihat sebuah situs lucu berisi review film-film Indonesia. Mungkin nanti kalau sudah ada, kalau masih mau saya juga akan menyewa atau meminjam VCD atau menunggu di TV ditayangkannya film “Kala” yang cukup membuat penasaran. Hanya saja, kalau untuk menonton di bioskop, dan cuma sendirian, saya masih tidak akan mungkin menonton film Indonesia.

0 Responses to “3 Hari Untuk Selamanya - Sebuah Komentar”

Posting Komentar


Web This Blog


XML

Powered by Blogger

make money online blogger templates




Free chat widget @ ShoutMix

Join the Blue Ribbon Online Free Speech Campaign
Join the Blue Ribbon Online Free Speech Campaign!



© 2006 perjalanan lalat hijau | Blogger Templates by GeckoandFly.
blog ini berisi catatan, kenangan, keluhan, caci maki, khayalan, pengakuan, tiruan, dan hasil kopi paste
blog ini tidak ada hubungannya dengan lalatx atau padepokan silat tertentu, pengelola sebenarnya tidak suka warna ijo!