perjalanan lalat hijau

LALAT HIJAU, sebuah catatan perjalanan untuk beberapa waktunya ke depan


Tribute to Vintage Tribute (dan berbagai celotehan yang lama dipendam)

Kasih pengantar dulu biar tidak kaget hehehe..

Beberapa waktu lalu, saya membeberkan ke teman-teman kerja tentang kasus yang melibatkan blog ini belasan tahun lalu. Berawal dari situ, tiba-tiba saya pun jadi kangen sama blog ini. Setelah mengunjungi dan terbengong bengong campur geleng-geleng karena malu melihat apa yang pernah saya tulis dan dengan bangga saya publikasikan ke seluruh dunia, sempat terbersit pikiran pingin ngeblog lagi. Tapi saya pikir saya sudah lupa passwordnya, bagaimana bisa login? Eh ternyata saya bukannya lupa, tapi lebih ke bego, lha wong begitu login ke Gmail juga sama saja dengan login ke blog ini kok! Dan selama ini setiap hari saya selalu otomatis login ke Gmail yang saya pake buat nulis blog ini. Hadeh hadeh.. ya sudah. Setelah sekian tahun akhirnya saya posting lagi. Temanya yah, yang paling saya sukai saja deh, menceritakan diri sendiri hahaha...
Tentang Youtube
Jadi, saya ini kan sekarang tidak pernah berteman yah. Dalam arti bersosialisasi. Paling juga bersosialisasi dengan teman di kerjaan dan sama keluarga saja. Maka, salah satu kegiatan saya adalah berinternet tentunya. Dan salah satu kegiatan berinternet orang kepala 4 ya pasti nonton Youtube. Nah, nonton apa? Podcast? Nggak juga. Ya, saya suka sih lihat yang model obrolan gen X kayak ngobryls, vindes, cabuls, soleh solihun, kadang juga diskas, kalau putcast malah kadang kadang saja karena terlalu serius, padahal justru yang kenal beneran hehe... Tapiii, kalo podcast yang sering dikomentarin "daging nih.. daging nih" kayak podcast paling terkenal di indonesia yang entah niru the rock atau joe rogan itu, idih saya gengsilah. Meski kadang juga nonton karena penasaran sama tamunya, tapi biasanya setelah nonton langsung historinya saya hapus biar bagian beranda saya ga lantas diisi rekomendasi channel itu aja.wkwkkwk..   

Nonton vlog apalagi. Aneh banget tau kalo tahun 2022 masih ada orang suka nonton vlog selebritis melakukan kegiatan ini itu. Anyway, pendek kata (daripada saya cuma menghina hina selera orang melulu), yang paling suka saya lakukan saat buka Youtube adalah nonton music video. Kadang juga bikin playlist dari situ. Entah kenapa, entah apakah ini gara gara nonton High Fidelity atau memang dari dulu saya sebenarnya memang suka bikin playlist, hobi ini lalu berkembang jadi suka nontonin video bertitel, misalnya "100 Best Songs of 1989". Ini bukan video berisi 100 lagu full (meski ada juga yang full, termasuk yang gambar videonya cuma lembaran kertas songlist kaset pita), tapi video yang isinya 100 lagu yang cuma 3 detik atau 5 detik doank. Cuma dengan mendengar 3 detik irama lagu, saya sering bisa jadi teringat memori masa lalu atau jadi merasa ah ini lagu kok keren, kemudian nyari versi yang utuh dan didownload ke MP3, untuk diputar di Winamp (yes,i still use winamp almost everyday!)..Tidak cuma lagu lama, atau lagu lama yang baru kali ini didengar tapi juga lagu baru yang baru kali ini didengar. 

Genre (kalau boleh dibilang demikian) video macam itu yang saya tonton jelas adalah lagu-lagu lama, khususnya era 80an, 90an, dan kadang 2000an (meski kadang hati ini masih menolak era 2000an sudah dianggap era jadul, rasanya baru kemarin kok!). Genre musik elektronik hingga trance, juga lumayan suka tapi jarang ada yang bikin. Memang kebanyakan barat, tentu saja. Tapi ada juga yang Indonesia (channel Melintas tuh yang recommended buat yang suka ngulik lagu Indonesia masa lalu). Kalau lagu barat, karena cukup banyak, yang saya hafal jadi ga terlalu banyak juga hehehe.. Paling yang saya ingat adalah channel bernama "some random guy" kalu ga salah. Oya, kadang saya juga suka nonton video react khususnya lagu lagu era lama itu. Meski beberapa reactnya fake dan cuma buat menarik viewers/subscribers (itu loh bule bule yang bikin video reaksi dengerin alip ba ta), tapi di dalam hati senyum juga melihat orang kulit hitam Amerika joget joget saat (ngakunya) baru pertama kali denger Ace of Base atau Milli Vanilli hehehe.. 

Vintage Tribute 
Pendek kata lagi, beberapa waktu lalu saya menemukan channel bernama Vintage Tribute ini. Dan sejauh ini, setelah menonton sedemikian banyak channel sejenis, saya bilang channel inilah yang paling keren. Videonya memang belum sebanyak yang lain, tapi mungkin itu karena mereka memang bikinnya lebih niat dan sungguh-sungguh. Channel VT ini bukan hanya menampilkan mashup lagu jadul doank, tapi juga pop culture di satu era. Selain juga yang lebih topikal, misalnya tentang film horor, film komedi, tentang film di dekade X, bahkan tentang film-film Batman. Nah, kali ini saya akan memberi kesan untuk 3 video, yaitu video tribute kepada pop culture era 80, 90, dan 2000an. Nanti kalau tidak capek ngetik sekalian yang 70an bolehlah. Oke mulai...

The Eighties






Ada dua video tribute to 80s pop culture sejauh ini yang mereka bikin. Yang satu bahkan sejam lebih dan puas bener nontonnya. Entah kenapa saya sangat terikat dan suka sekali dengan dekade 80an ini. Padahal, semestinya yang terikat dengan dekade ini adalah mereka yang lahir di awal 70an yah. Meski saya tahu saya bukannya yang unik juga, karena banyak juga yang lebih muda dari saya tapi demen banget sama era 80s. Saya kira tidak aneh juga kalau saya suka era 80s karena 9 tahun pertama kehidupan saya ada di era itu. Kalau dikatakan manusia mulai bisa mengingat di usia 2 tahun, ya tahun 1983 saya rasa masih eighties banget kok wkwkwk... Mungkin ini karena saya anak terkecil dan punya banyak kakak yang lalu menulari saya lagu-lagu atau sudah nonton film era tersebut (ya, ayah saya juga sih). Mungkin karena sejak 1986 atau 1987, gara gara pindah rumah ke wilayah sepi tapi rumahnya besar dan modern, kegiatan saya praktis hanya nonton TV dan parabola ketimbang main dengan anak anak sebaya. Maka, era ini menjadi era yang cukup dekat dengan saya. Ya, sejujurnya memang ingatan saya yang benar-benar murni tentang era ini dimulai di tahun 86 atau 87. Yang masih cukup fresh adalah ingatan akan lagu-lagu di tahun 88 dan 89. Kalau saya lihat video chart tahun segitu, oh sebagian besar saya ingat semua. 

Saya pun merasa makin keren karena era 80s sampai sekarang tetap dianggap cool, bahkan dianggap golden era. Maka, lagu yang paling banyak saya simpan di komputer pun adalah lagu era 80s, baik yang barat maupun indonesia. Bahkan bisa jadi kalau dibandingkan mereka yang lahir tahun 1971, perbendaharaan saya lebih banyak, biar sebagian baru saya kenal dan sukai setelah usia 25 ke atas. Untuk musik 80s, saya bisa dibilang cukup rakus. Semua genre saya suka, karena mungkin genre yang tidak saya suka belum lahir di masa itu. Mau itu yang heavy metal (hair metal), mau yang quiet storm, yang agak rnb, progressive, bahkan hip hop, mau yang punk atau goth/post punk, ska, freestyle, bubblegum pop, apalagi elektronik, new wave, new romantic. Mau dari Amerika atau Inggris, atau Mandarin dan Indonesia. Bahkan Michael Jackson yang dulu saya anti karena lagu dan imejnya di era 90s yang cringe, sok sokan, dan terlalu mainstream, sekarang beberapa lagunya di tahun 80an cukup bisa saya apresiasi. Ya, kalau yang Indonesia mungkin masih ada pengecualian ya, misalnya yang model pop cengeng masih cuma buat lucu lucuan saja, tidak benar-benar saya nikmati. 

Kalau musik era 80s sangat saya anggap keren, filmnya agak beda. Film 80s kalau dilihat sekarang kebanyakan terlihat klise dan lebih seperti b-movie. Ya, saya bisa nikmati sih, banyak adegannya juga memorable, beberapa juga benar-benar bagus untuk ukuran saat ini, tapi cukup banyak juga yang jadi agak garing kalau dinilai sekarang, entah dari segi akting atau jalan ceritanya (mostly aktingnya sih). Tapi kalau boleh dibilang, justru itu yang bikin ingatan akan 80s lebih sering mengundang senyum. Rasanya orang dan kehidupan di zaman itu lebih bikin senyum daripada era sesudahnya. 

The Nineties

Believe it or not, saya tahu semua lho yang ada di video tribute to 90s pop culture ini. Atau mungkin bisa dibilang 98% lah saya tau cuplikan dari film apa, kejadian apa, acara apa, video klip lagu apa dan bagaimana lagunya. Ya, mungkin memang seharusnya saya lebih tepat disebut anak 90an. Di era ini, saya sudah SMP, SMA, bahkan mulai kuliah. Memang sudah mulai sering keluar rumah main sama teman, tapi juga masih rajin mantengin TV dan parabola, selain juga dengerin radio dan juga baca majalah remaja. Sudah mulai mudeng film ini itu, bahkan nonton di bioskop entah bareng teman atau sendirian (ya, dulu saya kadang bolos les dan malah nonton bioskop sendirian). Memang Solo bukan kota yang update dengan pop culture apalagi pop culture barat, tapi sejak remaja saya sepertinya sudah cukup kebarat-baratan berkat parabola wkwkwk..

Perbendaharaan saya akan musik 90an memang hampir menyamai musik 80an, tapi bedanya banyak yang memang sudah saya tahu di era itu langsung. Tentu saja ada yang baru saya kenal dan sukai di tahun 2000an atau bahkan 2010an, seperti yang terjadi dengan musik 80an tadi. Tapi, bedanya saya lebih tau, oh musisi 90an yang ini dulu kan begini begitu, sedangkan yang 80s kadang taunya karena Internet. Untuk genre, saya juga mulai lebih selektif. Terlebih kalau soal lagu Indonesia, saya sampe sekarang tetap ga suka Stinky dan ga terlalu doyan Nike Ardilla. Yang ngepop banget seperti band-band Malaysia (Search, Iklim, Exist) juga cuma buat lucu-lucuan, yang kayak Poppy Mercury, atau Cool Colors juga sama. Sedangkan untuk lagu barat, karena rnb dan hip hopnya makin terlalu gangsta dan elektroniknya berkurang, yang seperti itu juga saya kurang masuk. Boyband seperti Take That juga no thanks, tapi Boyz II Men okelah beberapa hitsnya membikin memori bangkit. Cuma yang kayak Bryan Adams, sementara di era 80an saya suka, tapi di era 90an ih bikin geli telinga karena dia mengubah diri dan musiknya jadi kayak Michael Bolton dan Celine Dion gitu. Beberapa lagu grunge juga terdengar maksa tak ubahnya seperti artis pop yang dipaksa mirip si ini dan si itu. Tapi, di era 90an juga muncul musik pop yang dipakai buat di diskotik hingga yang buat tripping. Yang genre hi energy sih makin tua begini makin sulit dengerin. Tapi, yang macam Milli Vanilli, yang Italo Disco, Eurodance, sampai yang house music (bukan yang house music ala Indonesia yang tung tung tung doank itu loh) atau yang seperti Alice Deejay pun aku suka kok. Alternatif, britpop, some grunge, sisa sisa heavy metal jelas. Bubblegum pop love songs (tommy page, wilson phillips, richard marx, indecent obsession) juga tidak terlalu malu saya setel di depan umum, something to talk about dari bonnie raitt, salt n pepa juga saya suka. Tapi ya itu, musik 90an banyak juga yang terkesan depresif. 

Bagaimana dengan filmnya? Beda dengan film 80an, film 90an (yang luar negeri lho bukan Indonesia) menurut saya jauh lebih berkualitas. Di era ini banyak lahir film yang menurut saya masterpiece atau personal favourite saya. Apalagi di era ini, film bergenre gangster (yang sekarang jadi salah satu genre favorit saya) mulai marak. Bahkan tidak cuma film Barat tapi film Asia pun sama. Sekarang, kalau saya disuruh nonton film yang populer di era 80an yang belum pernah saya tonton, mungkin saya akan males atau melakukan terpaksa. Tapi, tidak dengan film 90an. Sampai sekarang pun kadang saya masih mencarinya. Ya, kalau era 80s itu dikenang dengan tersenyum (hahaha.. dulu gitu ya), era 90s mungkin saya kenang dengan mata terbelalak, "oh iya.. iya.. yang itu!"    

The Twothousands


Di dekade ini, saya sudah menjadi orang dewasa. Sudah kenal dunia nyata, separuhnya sudah masuk di dunia kerja, bahkan sudah mulai memikirkan berumahtangga. Saya di sini mulai kritis lalu mulai jadi sinis. Di usia 20an, makin banyak yang saya tolak dan makin sedikit yang saya terima. Termasuk dengan pop culture. Apalagi di era ini, saya sudah akrab dengan internet, bahkan buku-buku. Kalau di era sebelumnya saya banyak dengerin musik era itu, mungkin di era 2000an, saya lebih update soal filmnya. Memang di tahun 2000-2005 lah, saya tetap update, bahkan sangat update dengan musik kala itu, sampai yang non mainstreamnya, juga mengikuti sedikit sedikit soal skena musik independen lokal. Tapi, mungkin sekitar tahun 2006 ke atas (mungkin sampai 2011), saya seperti blank dengan musik kekinian kala itu. Saya sama sekali tidak mengikuti musik yang ada di chart, kecuali mungkin tahu beberapa yang memang sangat populer, mungkin karena denger di mall atau sekilas di tempat umum. Makanya, kalau nonton video chart era itu, mungkin 80% atau lebih saya tidak tahu. Ya, nama bandnya mungkin tahu, tapi lagunya tidak tahu. Ini karena di era internet, orang mulai bisa menentukan pilihannya sendiri. TV tidak lagi berkuasa memilihkan musik mana yang harus didengarkan orang, kini kita bisa pilih sendiri musik kesukaan kita. Dan jujur saja, di 5 atau 6 tahun itu, saya lebih banyak "mendalami" musik tahun 80, 90, bahkan 70an. Skena lokal di paruh akhir dekade itu juga kurang saya ikuti karena saya sudah bekerja di Solo, yang jauh dari teman-teman yang bisa membawa saya bersentuhan langsung dengan skena. 

Selain sibuk mendalami musik era sebelumnya, mungkin ini juga karena kebetulan memang di era 00an itu, genre yang populer juga ndak masuk di telinga saya. Memang di awal kemunculannya, jujur saya sempet dengerin nu metal (dulu disebut hip metal) wkwkkw.. tapi lama kelamaan kok malu ya. Band-bandnya dan fans musik tersebut kok makin norak norak gitu. Maka, pelan pelan dan diam diam saya mulai mundur dari dengerin musik macam itu bahkan menyangkal kalau pernah dengerin atau hapal bagian ngerapnya lagu In the End, one thing! i dont know why... hahaha.. sungguh memalukan! Genre lain yang juga populer di waktu itu juga adalah pop-punk atau melodic punk, tapi yang model SUM41, Good Charlotte, Simple Plan, Blink 182, begitu. Nah, yang seperti itu saya tidak pernah dan mungkin tidak akan pernah, doyan. Mau sekarang dibilang blink itu legendlah, tetep di mata saya itu hanya band cempreng bikin industri yang ga cocok disebut punk. Genre populer lain juga tentu saja rnb yang sudah nyanyinya meliuk liuk (bahkan mariah carey yang lagunya di era 90an beberapa masih bisa saya nikmati sekarang juga berubah sehingga lagunya yang era 2000an tidak bisa saya nikmati lagi) dan hip hop yang sok sangar semacam ja rule, ll cool j, xzibitz, dll. Saya tidak lagi anti hip hop, tapi yang kayak mereka tuh masih tidak bisa masuk. Bagaimana dengan emo? Karena emo sepertinya muncul di era 2005 ke atas, saya malah tidak kenal sama sekali, juga tidak mengalami melihat fans mereka wkwk (syukurlah). Sekarang juga paling cuma tau Dashboard Confessional dan My Chemical Romance, dan kini tau juga Killing Hannah yang mana paling hanya 1-2 lagu mereka yang bisa saya nikmati. Sementara itu di Indonesia, lagu lagu melayu juga bermunculan bagai cendawan. Itulah yang membuat saya makin asyik menikmati dan mendalami lagu era sebelumnya di waktu itu.

Meski banyak yang tidak saya sukai atau tidak tahu, tapi beberapa juga lumayan saya ikuti dan sukai. Misalnya yang model, apa ya.. bisa dibilang retro atau yang garage revival, new wave revival atau apalah namanya. Maksudnya yang seperti bloc party, the killers, bravery, yeah yeah yeahs, epoxies, erasa errata, the strokes, white stripes, atau yang di lokal ya upstairs, vincent vega, hingga yang elektronik kayak goodnight electric, homogenic, apeontheroof, cukup saya ikuti, mungkin karena ada teman waktu kuliah yang fansnya the strokes, white stripes, yeah yeah yeahs, sehingga saya ketularan. Di masa itu, saya juga mulai kenalan dengan indie pop, electroclash, industrial, shoegaze, trip hop, goth, dan selanjutnya synthpop, EBM (bukan EDM lo), yang sekarang sangat mewarnai selera musik saya. Dan tentu saja, saya tetap suka musik musik dugem asal yang masih musikal (kosheen, timo maas, blank and jones, madison avenue, michael gray) berkat sering dengerin radio waktu di surabaya. Kalo dipikir pikir, apa enaknya dulu itu ya? Kalo dengerin musik di radio sambil setir sih asyik, tapi waktu itu saya dengerin musik di radio sambil tiduran di kamar, men. Nggak sambil baca atau ngapa-ngapain juga. Beneran khusus buat denger musik doank. 

Seperti juga musik, soal film di era ini saya juga mulai sok edgy. Sempet terpukau kalau mau sewa DVD harus yang ada banyak gambar penghargaannya, apalagi kalo penghargaannya itu Sundance (ketimbang Oscar) atau Moskow Film Festival atau yang keeropa-eropaan. Nonton film dari negara yang tidak dikenal karena filmnya (jadi selain film Amerika, Inggris, Australia, Jepang, China/Hongkong/Taiwan, Thailand) dianggap sebagai prestasi wkwkw.. Ya, seperti musik yang sempet anti Amerika, film juga demikian. Film Hollywood, apalagi film superhero, ih nehi. Makanya kalau sekarang saya bilang dari puluhan film marvell universe itu saya kayaknya cuma pernah nonton utuh sekitar 4 film saja (itu pun karena Spiderman berulang kali disetel di tv, lalu yang 3 lainnya saya tonton baru 3 tahun lalu kayaknya), itu benar -benar saya jujur. Kalau sekarang sih sudah tidak lagi peduli dengan mau musik/film amerika kek, asal enak dan tertarik saja, kalo oke ya oke.

Dan tentu saja di tahun 2000an juga saya mulai menulis dan membaca buku. Termasuk mulai ngeblog seperti ini. Saya sebagai anak muda atau orang dewasa bisa dibilang sudah mulai aware dengan dunia, beda dengan era-era sebelumnya. Tapi selain itu, saya juga mulai jaim dan sok mengkurasi selera, termasuk selera orang lain. Kok saya jadi makin menyebalkan ya rasanya? Ya mungkin sih, tapi itu mulai melunak selepas menikah dan punya anak kok. Apalagi di usia kepala 4 seperti sekarang. Anyway, dengan apa saya gambarkan era 2000an? Well, mungkin ini era yang saya ingat dengan kesinisan dan tatapan mencemooh. Saya bahkan pernah menganggap musik 2000an adalah era terburuk bagi musik. Bahkan saya merasa musik 2010an (yang sering dihina hina generasi saya) lebih bagus dari musik 2000an. Kenapa? Karena musik 2010an yang memang repetitif itu, mungkin cukup mirip musik 80an karena sama-sama mengedepankan perangkat teknologi. Nah sekarang, setelah pelan pelan makin mau mendengarkan dan meneliti lagi, saya mulai bisa mendapati lagu-lagu dan band/musisi bagus di era 2000an juga. Apakah musik 2000an masih lebih buruk dari 2010an? Hmm, kalau sekarang sepertinya tidak juga sih. 

Yah, karena saya sudah capek. Waktu nulis ini pun sudah hampir jam 3 pagi, maka yang 70an tidak usah dibahas dulu ya. Anyway senang sekali bisa ngeblog lagi. Sungguh!


   

1 Responses to “Tribute to Vintage Tribute (dan berbagai celotehan yang lama dipendam)”

  1. # Anonymous Anonim

    Apakah musik tradisional tidak masuk daftar?  

Posting Komentar


Web This Blog


XML

Powered by Blogger

make money online blogger templates




Free chat widget @ ShoutMix

Join the Blue Ribbon Online Free Speech Campaign
Join the Blue Ribbon Online Free Speech Campaign!



© 2006 perjalanan lalat hijau | Blogger Templates by GeckoandFly.
blog ini berisi catatan, kenangan, keluhan, caci maki, khayalan, pengakuan, tiruan, dan hasil kopi paste
blog ini tidak ada hubungannya dengan lalatx atau padepokan silat tertentu, pengelola sebenarnya tidak suka warna ijo!