Petra, 18 Desember 2006, jam 12.30 lebih
Ini memang hari Senin, namun kampus terbilang sepi, atau mungkin karena ini masa-masa UAS. Aku tak berharap bertemu siapa-siapa. Lebih baik menjadi anonim tapi dengan pengenalan lokasi yang cukup baik. Sebenarnya sudah malas jika harus membicarakan soal peraturan anti rokok. Memang di gedung B aku lihat ada satu yang merokok. Dari jauh tampilannya seperti Gerry, dengan topi, kaos hitam, jeans dan kulit yang gelap sedang mengobrol dengan beberapa orang, apalagi baru saja ia berteriak sambil tertawa dan menyemburkan asap “Anjeeng…!!” Wah, jangan-jangan setelah ini ada datang mahasiswa lain yang berbadan kurus dengan rambut keriting cepak dan mata sayu atau mahasiswi dengan kulit putih, rambut panjang agak ikal dan bibir basah agak kuncup, datang menghampirinya. Aku mungkin akan disangka gila karena tertawa terbahak sendirian dari sini. Tapi itu tidak terjadi. Kampus masih sepi.
Makin banyak papan-papan penunjuk, ini gedung A, B, C, D dst. Aku tak tahu kenapa sampai sekarang tidak diberi nama yang lebih baik saja gedung-gedung itu daripada sekedar huruf-huruf yang terkesan seperti blok sel tahanan. Aku baru sadar juga sih soal hal ini. Segelintir mahasiswa yang cangkruk di gedung B kebanyakan mahasiswa KTI, cuma sepertinya wajah-wajah mereka lebih gembira. Tidak seperti yang disinyalir Gerry untuk angkatan sebelumnya, yang menurut dia punya tatapan mata yang penuh curiga.
Aku menulis ini di dekat pintu pusat karir yang sedang istirahat makan siang. Ada iklan sebesar pintu “Professional in Career Competence and Professional in Career Character.” Slogan yang artinya cukup membingungkan bagiku. Slogan memang sekedar slogan. Tapi cukup mencolok mata bagi seorang alumni yang sedang mencari kerja seperti aku. Tentu saja mereka tak butuh pendapat dari alumni seperti aku. Apakah mereka memiliki program yang aku tak tahu yang bisa membuat mahasiswa menjadi seorang karyawan menengah yang punya kompetensi dalam bidang karirnya? Lantas Career Character itu yang bagaimana? Aku mungkin akan tertarik jika di iklan itu juga dijelaskan artinya.
Ya ampun, aku dulu toh seorang mahasiswa yang cukup baik selama di sini. Setidaknya di permukaan, rasanya aku terlihat tidak terlampau dalam dan lama terlibat dalam aktivitas kelompok mahasiswa (yang jumlahnya tidak banyak itu) yang menjadi antitesis dari aturan-aturan ganjil universitas. Di ruang kuliah pun aku bisa dibilang sama saja atau malah lebih pendiam dibandingkan dengan mahasiswa lain yang kuliah agar bisa kerja jadi orang kaya atau agar bisa jadi istri orang kaya sekalipun. Aku tidak pernah merasa dimusuhi universitas (atau tidak ingat pernah memiliki pengalaman khusus yang personal, yang menunjukkan resistensi mereka terhadap diriku), barangkali karena aku memang terlihat tak lebih dari seorang penggembira saja. Aku bilang ini meski memang memalukan, dan tentu bukan dengan bangga.
Masih ada beberapa orang lalu lalang membawa gitar bolong. Tentu mereka bukan para rockstar wannabe. Oh, aku baru ingat kalau hari Senin ada jam kebaktian kampus. Hmm, sebenarnya lagi-lagi aku bosan untuk komplain dengan kekristenan berlebihan yang diterapkan di kampus ini. Sudah jelas tak ada gunanya berdiskusi dengan kaum fundamentalis. Serangan atau tindakan (action) adalah satu-satunya bahasa yang mereka mengerti. Tentu mereka akan melawan balik namun paling tidak hal itu akan membuat masyarakat tahu yang terjadi. Mungkin juga akan tumbuh kesadaran dari mereka yang ikut menelan dampak yang dilakukan oleh para fundamentalis tersebut. Tindakan yang dilakukan memang bukan untuk mereka namun untuk publik luas yang memiliki kemampuan untuk memberikan hukuman yang tentu akan mereka rasakan.
0 Responses to “Catatan Nyaris Seminggu #7”