Entah apa aku bisa menyebut mereka sebagai temanku dalam arti sebenarnya, dengan possessive pronoun ‘ku’. Yang jelas, dari Onie saja aku mengenal mereka. Seandainya aku tak mengenal Onie, atau tidak dekat dengan dia, kemungkinan besar aku tak pernah bertemu atau mengenal atau bahkan tahu bahwa mereka itu ada. Aku bahkan tidak akan berada di sini dan berkarier di bidang pekerjaan yang sekarang ini. Banyak sekali yang akan terjadi. Bukan butterfly effect lagi. Tapi karena itu juga, sampai sekarang kebanyakan mereka tentu tak heran selalu mengidentikkan aku dengan Onie.
Aku tidak sedang menggerutu. Aku juga tidak sedang menyesali nasib. Aku hanya sedang merasa campur aduk atau seperti biasa, bingung. Tadi sore aku bertemu cukup banyak teman dan kenalan yang sudah cukup lama tidak bertemu. Acara yang berlangsung adalah launching buku Menyusuri Lorong-lorong Dunia Jilid 2 dari Kang Sigit, lokasinya di kafe Jendela, TB Togamas. Bukannya aku tidak menyukai bukunya Kang Sigit, aku suka dan sudah membeli buku yang menjadi buku kedua atau ketiga yang kubeli tahun ini (minus Nusa Jawa 1-3 yang sudah berpindah tangan). Tapi, aku lebih bersemangat ingin menghadiri acara ini dalam rangka ingin bertemu teman-teman lama. Sudah cukup lama tidak kudengar kabar dari mereka. Banyak yang telah berubah. Kantor komunitas TB misalnya sudah pindah, padahal yang PT saja aku belum tahu. IP juga sudah pindah, aku sudah tahu itu meski belum tahu tempatnya. Kopi Plus juga sudah pindah. Banyak teman juga sudah pindah rumah. Entah siapa sekarang penghuni rumah di Banteng. Panjul jelas sudah pindah. Sementara Astrid, apakah dia membina rumah tangganya di Jogja? Aku tak tahu. Ditambah lagi, tadi aku baru tahu kalau Puthut juga sudah pindah rumah. Gila. Pokoknya semua seperti pindah. Hanya aku saja yang tetap di kos ini. Keterlaluan sekali, bagaimana mungkin tinggal di satu kota tapi tidak tahu apa-apa soal semua itu.
Jadi, karena acaranya cukup awal, jam 4. Sepulang kerja dan ganti baju sebentar, aku langsung menuju TB Togamas. Di parkiran aku lihat ada sosok gendut gimbal, itu Saut Situmorang yang rupanya juga bagi-bagi Boemipoetra. Aku memang tidak kenal dia. Tapi aku tetap merasa optimis banyak teman yang akan kutemui. Paling tidak, dari pengumuman di milis dan poster, moderatornya Faiz dan ini hajatannya IP. Meski orang IP yang kukenal ya hanya itu-itu saja. Aku intip dari bawah dan terpergok Faiz yang ada di atas. Aku lalu naik. Memang orang-orang yang itu-itu saja itu tadi ada. Teman-teman dari IP, TB atau mantan AKY atau mantan semua singkatan itu. Ada Panjul Dodi, Markaban, Kang Eko, lalu juga ada Hendro, Lidia, Puthut, Hasta, San San, Keta, serta beberapa orang yang wajahnya kukenal meski mereka tidak kenal aku. Mereka masih tetap ramah, satu hal yang membuatku senang tiap kali bertemu mereka. Dilihat dari jumlah, lumayan banyak yang datang, tapi kebanyakan juga orang IP dan konco-konconya. Meski begitu toh acaranya memang molor, itu pertanda rame kan?
Acara aku ikuti dengan baik dan aku senang karena kembali bisa mendengarkan orang-orang yang memang berkompeten atas topik yang mereka bicarakan. Sebelum dan sesudah acara, aku hanya sempat berbasa-basi dan sapa menyapa saja dengan teman-teman itu. Beberapa juga menanyakan Onie, yah… aku jawab saja seperti yang dia katakan di milis kesasar kalau dia sepertinya mau berkunjung ke Jogja lagi (dengan Dwi? untuk mabuk?). Semoga saja dia tidak sekadar omong. Aku pulang bersama rombongan kloter terakhir peserta, kloternya Kang Sigit, atau kloter hampir terakhir karena Saut dan beberapa orang yang tidak kukenal masih mengobrol di Jendela. Sebenarnya aku sudah merasa agak aneh karena tidak pulang-pulang dan hanya mondar-mandir atau berdiri diam-diam saja, tapi aku juga merasa tidak bisa berpamitan. Tapi tampaknya memang tidak ada yang mempermasalahkan keberadaanku di situ. Masalahnya aku juga datang hanya sendirian. Dan aku memang tidak punya acara mendesak selain mau makan malam, di jam yang masih sore itu saja. Tapi, jam 7 akhirnya kami semua memang berpisah dan pulang sendiri-sendiri atau dengan boncengannya. Memang hanya singkat saja pertemuanku dengan cukup banyak teman lama itu, tapi paling tidak aku merasa tidak benar-benar terputus kontak dengan mereka. Mungkin, entah bagaimana caranya, aku memang harusnya bisa menjadi teman yang tidak canggung lagi dengan teman sendiri. Mungkin aku sendirilah yang menjadikan diriku sebagai second degree friend (maaf, sudah jarang login sejak Friendster punya versi bahasa Indonesia). Tapi, aku memang merasa senang punya teman seperti mereka itu. Saat ada kesempatan mari kita jumpa lagi.
0 Responses to “Bertemu Teman”