perjalanan lalat hijau

LALAT HIJAU, sebuah catatan perjalanan untuk beberapa waktunya ke depan


Catatan Nyaris Seminggu #12


kacamripat
Originally uploaded by lalat hijau.

Tangan dan wajahku gosong, sementara aku lihat di cermin tatapan mataku terlihat seperti orang juling. Apakah memang begitu kondisi orang jika dipanggang? Kalau melihat bagaimana tatapan mata ikan yang sudah digoreng, mungkin itu benar. Seharian aku mengelilingi Surabaya, ada kalanya juga tanpa arah dan kadang juga di tengah jalan mendadak mengurungkan niat untuk pergi ke suatu tempat. Jika kemarin aku naik bus, angkot, becak dan jalan kaki, hari ini aku mendapat kesempatan meminjam motor Djohan. Suzuki Satria, sepeda motor sport dengan kopling tangan. Bahu dan pergelangan tangan pun sangat capai karena kekurangbiasaan dan kekurangbisaanku mengendarai sepeda motor yang membuatku harus sedikit menunduk dan berat badan lebih banyak berpusat pada kekuatan tangan (demi menjaga agar mesin tidak mati). Aku memang tidak layak mengeluh setelah mendapat hak istimewa seperti itu, dan tentu banyak yang akan bosan mendengarkan orang yang terlalu mengasihani diri sendiri mengoceh tentang berbagai macam perasaan negatifnya. Yang jelas, dari perjalananku hari ini aku kembali tidak mendapat apa-apa yang berkaitan dengan tujuanku untuk mencari info seputar lowongan kerja di Surabaya. Masih marketing, sales, graphic designer dan guru. Aku makin yakin bahwa yang salah adalah aku sendiri. Masalah tuntutan untuk mampu berkomunikasi dengan baik, menguasai program-program desain yang aku masih buta, serta mengajar yang aku masih percaya sebagai bukan kemampuanku. Aku memang sempat sombong dengan mengatakan “Surabaya menolakku”. Seolah aku memiliki kemampuan luar biasa untuk satu atau dua keterampilan istimewa, namun tidak ada institusi atau perusahaan di Surabaya yang membutuhkannya. Seakan Surabaya telah melewatkan bakat potensial ini untuk memberi kontribusi yang pasti bagus untuk mereka. Omong kosong! Dan aku bilang ini bukan agar dikasihani dan dihibur oleh orang lain. Ini suatu pendapat atau kesimpulan yang serius, kemampuan yang aku miliki masih jauh untuk bersaing di kota-kota besar. Beberapa waktu yang lalu aku mengecek kembali hasil terjemahanku yang pernah kukirimkan ke sebuah penerbit (kecil) dari Jogja sebagai semacam portfolio. Kaku, tak jauh beda dengan terjemahan penerbit Jalasutra yang aku kecam sebagai salah satu yang terjelek. Bahkan kalau dilihat dari topik yang diterjemahkan, penerjemah yang bekerja untuk Jalasutra mungkin lebih di atas karena topik buku-buku mereka lebih rumit. Kemarin aku juga sempat melihat sebuah buku terjemahan cerpen-cerpen karya Lu Xun. Aku punya versi bahasa Inggris buku itu, salah satu cerpennya pernah coba aku terjemahkan (belum selesai hingga kini) dan dengan membandingkan keduanya, aku dapati aku masih melakukan beberapa kesalahan fatal. Bagaimana dengan editing? Aku kira hanya bisa diadu dengan orang awam saja. Membandingkan dengan bagaimana temanku yang juga editor dan bekerja di sebuah penerbitan, aku merasa bahwa aku masih bukan editor yang baik. Terlalu sering memperkosa teks dan masih sulit melihat yang mana kekhasan gaya menulis orang (yang tidak boleh diacak-acak semaunya) dan mana yang bukan. Aku sebenarnya juga terlampau banyak alasan dengan enggan menjadi seorang jurnalis atau wartawan surat kabar. Soal jam kerja yang bisa tidak teratur dsb. Aku mungkin juga lupa bahwa wartawan atau jurnalis atau reporter harus memiliki kemampuan mengorek dan mewawancarai narasumber yang mungkin sibuk atau enggan diwawancarai. Sedangkan aku tidak melatih dan mengembangkan kemampuan itu. Apakah mungkin kelasku hanya reporter koran kuning yang bisa menulis sesuatu berdasarkan bayangan dan kata orang lain saja? Aku sempat menyebut lebih suka jadi jurnalis majalah saja. Majalah apa? Bahkan setelah mengamati dan membandingkan tiga majalah musik (Hai, Trax dan Rolling Stone), tiba-tiba kembali nyaliku ciut. Yang lucu, sempat juga aku berpikir aku paling cocok menjadi konsultan tapi lewat tulisan. Apa itu? Seberapa berharganya aku hingga merasa punya hak untuk itu? Hmm, talentaku saat ini mungkin adalah mencela diri sendiri lewat tulisan pendek.

19 Des 2006 – 20 Desember 2006
23.30-00.30

0 Responses to “Catatan Nyaris Seminggu #12”

Posting Komentar


Web This Blog


XML

Powered by Blogger

make money online blogger templates




Free chat widget @ ShoutMix

Join the Blue Ribbon Online Free Speech Campaign
Join the Blue Ribbon Online Free Speech Campaign!



© 2006 perjalanan lalat hijau | Blogger Templates by GeckoandFly.
blog ini berisi catatan, kenangan, keluhan, caci maki, khayalan, pengakuan, tiruan, dan hasil kopi paste
blog ini tidak ada hubungannya dengan lalatx atau padepokan silat tertentu, pengelola sebenarnya tidak suka warna ijo!